wikiberita.net Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang menyiapkan sistem Tax Control Framework (TCF) yang terintegrasi dengan teknologi informasi. Langkah ini menjadi bagian dari transformasi besar di bidang perpajakan nasional.
Menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Djuniardi, penerapan TCF akan mendorong lahirnya sistem kepatuhan pajak yang berbasis kepercayaan dan kerja sama. Tujuannya adalah menciptakan hubungan yang lebih terbuka antara otoritas pajak dan wajib pajak.
Melalui pendekatan ini, seluruh proses administrasi pajak dapat dipantau secara digital. Mulai dari riwayat transaksi, pelaporan, hingga evaluasi akan terekam otomatis dalam sistem. Semua aktivitas dapat diawasi dengan lebih akurat dan cepat.
Iwan mengibaratkan TCF seperti sistem pengendalian mutu di dunia industri. Jika industri mengenal istilah zero defect atau tanpa cacat di akhir produksi, maka di perpajakan dikenal zero non-compliance. Prinsipnya, potensi ketidakpatuhan dicegah sejak awal, bukan setelah pelaporan selesai.
Transformasi Menuju Kepatuhan Pajak yang Lebih Cerdas
Kemenkeu kini mendorong digitalisasi penuh dalam pengelolaan pajak. TCF akan menjadi pondasi utama dalam membangun sistem pengawasan berbasis data dan analisis risiko.
Dengan teknologi, pengawasan bisa difokuskan pada wajib pajak yang berisiko tinggi. Sementara itu, perusahaan dengan sistem TCF yang kuat akan mendapat perlakuan berbasis kepercayaan. Model ini membuat pengawasan lebih efisien dan tepat sasaran.
TCF bukan hanya proyek teknologi, tetapi perubahan cara kerja. Sistem ini menuntut budaya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha. Melalui kepercayaan dan transparansi, diharapkan kepatuhan pajak tumbuh secara alami, bukan karena paksaan.
Fokus Penerapan pada Perusahaan Besar
Pemerintah berencana menerapkan sistem ini terlebih dahulu pada perusahaan besar. Alasan utamanya, perusahaan besar memiliki sistem administrasi yang lebih matang dan transaksi dalam jumlah besar.
Dengan strategi ini, sumber daya pengawasan dapat dialokasikan lebih efisien. Pengawasan intensif akan diarahkan pada sektor yang benar-benar memerlukan perhatian khusus. Sementara itu, entitas yang sudah patuh akan mendapat kemudahan dalam proses administrasi.
Pendekatan bertahap ini juga diharapkan menciptakan iklim usaha yang lebih sehat. Kepatuhan tidak lagi muncul karena takut sanksi, tetapi tumbuh dari kesadaran bersama untuk menjaga kredibilitas dan keberlanjutan bisnis.
Teknologi sebagai Tulang Punggung Sistem
Integrasi antara TCF dan teknologi informasi menjadi inti dari sistem baru ini. Melalui platform digital, seluruh data transaksi, audit, dan pelaporan akan saling terhubung. Setiap anomali bisa dideteksi secara otomatis dan real-time.
Perusahaan juga akan merasakan manfaat langsung. Mereka bisa memantau kepatuhan secara berkala, menemukan potensi kesalahan, dan memperbaikinya lebih awal. Dengan begitu, sengketa pajak dapat diminimalkan sebelum muncul.
Pendekatan ini juga membuat Indonesia selangkah lebih dekat dengan praktik terbaik internasional. Negara maju telah lama menggunakan teknologi serupa untuk menyeimbangkan pengawasan dan kepercayaan terhadap wajib pajak.
Menuju Sistem Pajak yang Transparan dan Efisien
Keberhasilan sistem TCF tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada sinergi semua pihak. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat perlu memahami tujuan besar di balik penerapannya.
Jika berjalan sesuai rencana, Indonesia akan memasuki era baru kepatuhan pajak yang lebih transparan dan minim pelanggaran. Prinsip zero non-compliance bukan hanya slogan, melainkan arah nyata menuju administrasi pajak modern.
Kemenkeu berharap sistem ini menjadi langkah penting dalam menciptakan lingkungan perpajakan yang adil dan berkelanjutan. Dengan dukungan teknologi, regulasi adaptif, dan semangat kolaborasi, Indonesia dapat memperkuat fondasi fiskalnya untuk masa depan yang lebih stabil dan inklusif.

Cek Juga Artikel Dari Platform updatecepat.web.id
