wikiberita.net Undang-Undang Cipta Kerja dibuat dengan semangat reformasi ekonomi, memperluas lapangan usaha, serta memberikan kepastian bagi investor. Namun setelah berjalan, mulai muncul persoalan yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya. Penerimaan negara justru tertekan akibat aturan perpajakan baru di sektor batu bara.
Menurut penjelasan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, status pajak komoditas strategis tersebut telah berubah sehingga memicu kewajiban pengembalian pajak dalam skala besar. Dampak finansialnya sangat signifikan dan menimbulkan beban berulang setiap tahun anggaran.
Restitusi Pajak Mencapai Rp25 Triliun
Nominal restitusi yang harus dikembalikan kepada perusahaan batu bara mencapai puluhan triliun rupiah. Angka itu membuat kantong negara seperti bocor, dana yang seharusnya mengalir masuk justru keluar kembali ke pelaku industri. Purbaya menyebut nilai tersebut sangat besar untuk ditanggung setiap tahun.
Puluhan triliun bukan jumlah yang bisa diabaikan. Uang sebanyak itu dapat membiayai banyak program publik yang menyentuh kehidupan rakyat banyak. Padahal, tujuan awal reformasi perpajakan dalam UU Ciptaker adalah memperbaiki penerimaan negara, bukan membuat posisi fiskal lebih rapuh.
Akar Masalah: Perubahan Status Komoditas
Sebelum diberlakukannya UU tersebut, batu bara dikategorikan sebagai barang yang bebas PPN. Setelah statusnya berubah menjadi barang kena pajak, pelaku usaha memiliki hak untuk meminta pengembalian atas PPN masukan mereka. Di sektor batu bara, kondisi ini menjadi rumit karena sebagian besar penjualan ditujukan untuk ekspor.
Ekspor tidak memungut PPN keluaran. Ketika PPN masukan diklaim tetapi tidak ada PPN keluaran sebagai penyeimbang, beban itu jatuh sepenuhnya pada negara. Inilah sebab utama mengapa restitusi PPN melonjak tinggi dan menggerus kas publik.
Manfaat Bisnis vs Beban Fiskal
Dari sudut industri, kebijakan tersebut memberikan keuntungan besar. Proses produksi dan rantai pasok bisa berjalan lebih efisien karena potensi pengembalian pajak membuka ruang permodalan lebih longgar. Perusahaan mampu menikmati margin yang lebih baik serta biaya operasional yang lebih terkendali.
Bagi negara, sisi sebaliknya terasa sangat menyesakkan. Pemerintah kehilangan potensi pemasukan sekaligus terpaksa melakukan pengembalian dalam jumlah masif. Perbandingan antara manfaat usaha dan beban fiskal menjadi sangat timpang, sehingga menimbulkan perdebatan mengenai urgensi koreksi aturan.
Evaluasi Jadi Kebutuhan Mendesak
Purbaya menilai perlunya langkah korektif dalam kebijakan perpajakan batu bara. Pemerintah harus menata kembali regulasi agar tidak menimbulkan kerugian yang berulang. Mekanisme restitusi perlu diperjelas, termasuk kemungkinan pembatasan, revisi skema pajak, atau penyusunan aturan turunan yang lebih tepat sasaran.
Dokumen kebijakan tidak seharusnya berubah menjadi celah yang justru menguntungkan segelintir pihak dan merugikan keuangan negara. Kementerian Keuangan kini memikul tugas berat untuk memastikan sistem perpajakan kembali seimbang dan berkelanjutan.
Pentingnya Keseimbangan dalam Regulasi
Setiap kebijakan pada dasarnya harus menguntungkan kedua sisi: pemerintah dan pelaku usaha. Bila salah satu pihak merasakan manfaat terlalu besar sementara pihak lainnya menanggung kerugian, keseimbangan harus dikembalikan. Industrialisasi dan pembangunan ekonomi tetap harus didorong, tetapi tidak boleh mengorbankan kemampuan negara memenuhi kebutuhan publik.
Kepercayaan terhadap stabilitas APBN berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Dana publik tidak boleh terkuras hanya karena desain kebijakan pajak kurang matang.
Langkah Strategis Menanti Keputusan
Ke depan, pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit namun penting. Revisi terhadap aturan mungkin perlu dibuat untuk menutup celah fiskal. Alternatif lain ialah memperkuat pengawasan, memperhalus mekanisme restitusi, atau mengalihkan sebagian kebijakan agar penerimaan negara kembali terjaga.
Konsultasi lintas kementerian dan masukan dari para ahli ekonomi akan menjadi bagian dari proses penyempurnaan. Semua langkah akan diarahkan agar industri tetap tumbuh, sambil memastikan pendapatan negara tidak terus menerus bocor.
Kesimpulan
UU Cipta Kerja membawa dampak besar pada perpajakan sektor batu bara. Alih-alih memperkuat penerimaan, negara justru kehilangan dana hingga Rp25 triliun per tahun untuk pengembalian pajak. Pemerintah menyadari bahwa kebijakan perlu disesuaikan agar tidak menjadi beban anggaran jangka panjang.
Menjaga fiskal yang sehat merupakan kunci keberhasilan pembangunan. Kebijakan yang baik bukan hanya memudahkan dunia usaha, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi rakyat. Pembenahan aturan pajak batu bara akan menjadi ujian penting keseriusan pemerintah dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan keuangan negara.itentukan oleh kemampuan APBN dalam membiayai program prioritas untuk rakyat.

Cek Juga Artikel Dari Platform bengkelpintar.org
