wikiberita.net Laporan terbaru dari para peneliti internasional mengungkap bahwa China telah menggunakan teknologi modifikasi cuaca dalam skala besar. Eksperimen ini dilakukan untuk mengendalikan curah hujan dan mengatasi kekeringan ekstrem yang melanda beberapa wilayah.
Teknologi ini dikenal sebagai “cloud seeding” atau penyemaian awan. Prosesnya melibatkan penyebaran bahan kimia seperti perak iodida ke atmosfer untuk merangsang pembentukan awan dan mempercepat turunnya hujan. China mengklaim program ini berhasil meningkatkan curah hujan secara signifikan di beberapa provinsi yang sebelumnya kering.
Namun, keberhasilan tersebut justru memunculkan kekhawatiran baru di dunia internasional. Banyak pihak menilai bahwa modifikasi cuaca berskala besar bisa menimbulkan efek samping serius terhadap sistem iklim global.
Upaya Mengatasi Krisis Air dan Pertanian
Pemerintah China menegaskan bahwa program cuaca buatan ini merupakan solusi ilmiah untuk menghadapi krisis air. Kekeringan parah dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan kerugian besar di sektor pertanian dan mengancam pasokan pangan nasional.
Menurut laporan dari Akademi Ilmu Pengetahuan China, penggunaan teknologi penyemaian awan membantu menambah curah hujan hingga 15 persen di beberapa wilayah. Dengan demikian, produksi pangan bisa kembali stabil dan pasokan air ke waduk-waduk utama dapat dipertahankan.
Seorang pejabat Kementerian Sumber Daya Air China menjelaskan bahwa proyek ini bukan hal baru. China telah melakukan uji coba teknologi serupa sejak beberapa dekade lalu, namun baru kini mencapai skala nasional dengan infrastruktur satelit dan pesawat penyebar bahan kimia.
“Teknologi ini menjadi bagian dari strategi ketahanan pangan dan energi kami,” ujarnya dalam konferensi pers. Ia menegaskan, eksperimen tersebut telah melalui uji keamanan dan tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia atau lingkungan.
Kekhawatiran Negara Tetangga
Meskipun China mengklaim tujuan program ini bersifat damai, sejumlah negara tetangga menilai bahwa eksperimen cuaca buatan dapat menimbulkan dampak lintas batas.
Beberapa ilmuwan dari India, Vietnam, dan Thailand menyatakan kekhawatiran bahwa penyemaian awan dalam skala besar bisa mengubah pola angin dan distribusi hujan di wilayah lain. Mereka memperingatkan bahwa manipulasi atmosfer tanpa koordinasi internasional bisa menciptakan ketidakseimbangan cuaca global.
“Atmosfer tidak mengenal batas negara. Jika satu wilayah mengubah pola hujan, efeknya bisa dirasakan ribuan kilometer jauhnya,” kata seorang ahli iklim dari Institut Meteorologi Hanoi.
Selain itu, beberapa pihak juga mencurigai bahwa teknologi ini dapat digunakan untuk kepentingan militer, meski China telah membantah tuduhan tersebut. Menurut Beijing, proyek ini sepenuhnya untuk tujuan sipil dan dikendalikan oleh lembaga ilmiah, bukan militer.
Peringatan dari Organisasi Meteorologi Dunia
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) turut memberikan tanggapan atas laporan ini. Dalam pernyataannya, WMO menyebut bahwa manipulasi cuaca berskala besar memiliki risiko yang tidak sepenuhnya bisa diprediksi.
“Langkah ini berpotensi menciptakan efek domino pada sistem atmosfer,” ujar salah satu peneliti WMO. Ia menjelaskan bahwa setiap intervensi terhadap pola cuaca dapat mengubah sirkulasi udara dan kelembapan di wilayah lain.
WMO meminta China untuk berkoordinasi dengan komunitas ilmiah internasional agar setiap langkah dalam proyek ini bisa diawasi bersama. Transparansi dianggap penting untuk menghindari kesalahpahaman dan dampak tidak diinginkan terhadap iklim dunia.
Namun, sejauh ini China belum menyatakan kesediaannya membuka seluruh data riset tersebut kepada publik internasional. Pemerintah Beijing menilai eksperimen ini masih bersifat domestik dan tidak menimbulkan efek global yang signifikan.
Potensi Dampak Jangka Panjang
Beberapa ilmuwan memperingatkan bahwa modifikasi cuaca berskala besar bisa menimbulkan konsekuensi yang sulit dikendalikan dalam jangka panjang.
Salah satu risikonya adalah perubahan distribusi curah hujan alami. Jika awan yang seharusnya bergerak ke wilayah lain sudah “dipanen” di tempat tertentu, daerah lain bisa mengalami kekeringan yang lebih parah.
Selain itu, partikel kimia yang digunakan dalam penyemaian awan berpotensi menimbulkan polusi udara mikro. Walaupun perak iodida relatif stabil, penggunaannya secara terus-menerus dalam jumlah besar dapat berdampak pada kualitas udara dan kesehatan manusia.
Ilmuwan dari Jepang menilai, teknologi cuaca buatan sebaiknya digunakan dengan batasan yang jelas. “Tujuan kemanusiaan memang penting, tetapi intervensi berlebihan pada alam bisa memicu masalah baru,” ujarnya.
Peneliti lain juga mengingatkan bahwa ketergantungan pada hujan buatan bisa membuat pemerintah lalai mengembangkan solusi jangka panjang, seperti efisiensi air dan konservasi lingkungan.
Pandangan China: Inovasi untuk Masa Depan
Pemerintah China tetap yakin bahwa teknologi ini adalah inovasi masa depan dalam manajemen sumber daya alam. Dalam pernyataannya, Beijing menegaskan bahwa dunia harus beradaptasi dengan perubahan iklim melalui teknologi, bukan hanya kebijakan.
Menurut mereka, hujan buatan hanyalah satu bagian dari strategi besar untuk menghadapi krisis iklim global. Proyek lain yang sedang dikembangkan termasuk pembuatan awan pendingin di wilayah gurun dan sistem pemantauan atmosfer berbasis satelit AI.
Beijing juga menyebut bahwa keberhasilan ini bisa membantu negara-negara berkembang lain menghadapi kekeringan ekstrem. “Kami siap berbagi teknologi ini untuk kemanusiaan,” ujar salah satu pejabat senior di Badan Meteorologi Nasional China.
Namun, banyak pihak menilai bahwa di balik ambisi besar itu, China juga sedang berusaha mendominasi teknologi lingkungan global, menjadikannya sebagai alat diplomasi baru di era perubahan iklim.
Kesimpulan
Eksperimen cuaca buatan yang dilakukan China menunjukkan betapa cepatnya teknologi bisa berkembang melampaui batas ilmiah dan geopolitik. Meski membawa harapan bagi wilayah yang kekeringan, langkah ini juga menimbulkan kekhawatiran besar bagi keseimbangan iklim global.
Tanpa regulasi internasional yang jelas, program semacam ini bisa membuka babak baru dalam kompetisi antarnegara untuk “mengendalikan cuaca”. Dunia kini dihadapkan pada dilema — antara mendukung inovasi atau menahan intervensi berlebihan terhadap alam.
Satu hal pasti, eksperimen ini menandai bahwa cuaca bukan lagi sepenuhnya kekuatan alam, melainkan juga bagian dari strategi politik dan teknologi manusia modern.

Cek Juga Artikel Dari Platform podiumnews.online
