wikiberita – Sejumlah aktivis kemanusiaan yang tergabung dalam Freedom Flotilla Coalition akhirnya berbicara setelah mengalami penahanan oleh militer Israel di perairan Gaza pekan lalu. Mereka mengaku mendapatkan perlakuan kasar dan intimidasi selama penahanan berlangsung, termasuk perampasan barang pribadi dan penyitaan bantuan kemanusiaan yang mereka bawa untuk warga Palestina. Kesaksian mereka memunculkan kembali sorotan dunia terhadap tindakan Israel di wilayah laut Gaza yang masih diblokade sejak lebih dari 17 tahun lalu.
- Kronologi Penahanan Kapal Flotilla di Laut Gaza
Insiden bermula ketika kapal Handala milik Freedom Flotilla yang mengangkut bantuan medis dan bahan pangan menuju Gaza dihentikan oleh angkatan laut Israel sekitar 25 mil laut dari pesisir. Menurut keterangan juru bicara flotilla, Anna-Lisa Fredriksson, militer Israel mendekati kapal dengan peringatan keras melalui radio sebelum memaksa kapal berhenti dan menaiki dek secara paksa. “Mereka menodongkan senjata ke arah kami, memutus komunikasi satelit, lalu menahan semua awak,” ujarnya. Kapal tersebut kemudian digiring ke pelabuhan Ashdod, dan seluruh penumpangnya — termasuk aktivis asal Norwegia, Kanada, serta Turki — diperiksa secara intensif selama berjam-jam. - Kesaksian Aktivis soal Perlakuan Kasar
Dalam konferensi pers setelah dipulangkan ke negara masing-masing, para aktivis menggambarkan perlakuan yang mereka alami sebagai tindakan penghinaan terhadap misi kemanusiaan. Beberapa dari mereka menyebut dipaksa duduk di dek selama berjam-jam tanpa air minum, sementara aparat memeriksa isi kapal dengan cara merusak peralatan medis dan membuang bendera Palestina ke laut. “Kami bukan musuh. Kami membawa obat dan makanan bayi, tapi diperlakukan seolah teroris,” ungkap aktivis asal Spanyol, Maria Gomez. Salah satu jurnalis yang ikut dalam kapal juga mengaku kehilangan kamera dan ponsel setelah pemeriksaan. - Respons Israel dan Tuduhan Pelanggaran Hukum Laut
Pemerintah Israel dalam pernyataan resminya mengklaim tindakan tersebut sebagai “operasi keamanan rutin” untuk mencegah penyelundupan barang terlarang ke Gaza. Mereka menegaskan bahwa blokade laut masih diberlakukan sesuai ketentuan hukum internasional demi mencegah ancaman dari kelompok bersenjata di wilayah tersebut. Namun, pakar hukum maritim dari Universitas London, Dr. Faisal Al-Hadi, menilai tindakan Israel melanggar konvensi hukum laut internasional (UNCLOS) karena flotilla berada di wilayah perairan internasional dan telah mengumumkan misi kemanusiaannya secara terbuka. “Menyerang kapal sipil di perairan internasional tanpa dasar ancaman jelas merupakan pelanggaran serius,” ujarnya. - Kecaman Dunia Internasional dan Seruan Penyelidikan
Reaksi keras datang dari berbagai negara dan organisasi internasional. Turki dan Norwegia memanggil duta besar Israel untuk memberikan penjelasan resmi, sementara Amnesty International menyerukan investigasi independen atas insiden tersebut. “Setiap serangan terhadap misi kemanusiaan harus diselidiki secara transparan,” tulis pernyataan Amnesty. PBB melalui juru bicaranya juga mengingatkan Israel agar menjamin keselamatan semua misi sipil dan menghormati hukum internasional. Sementara itu, para aktivis berencana mengajukan laporan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait tindakan penahanan paksa yang mereka alami. - Dampak Kemanusiaan dan Rencana Flotilla Berikutnya
Meski kapal Handala gagal menembus blokade, gerakan flotilla menegaskan tidak akan berhenti membawa bantuan ke Gaza. Mereka menyebut ribuan warga Palestina kini sangat bergantung pada pasokan medis dan makanan dari luar karena situasi kemanusiaan semakin memburuk. “Kami akan kembali dengan lebih banyak kapal dan dukungan dari dunia,” kata Fredriksson. Di sisi lain, kelompok kemanusiaan di Gaza menyampaikan kekecewaan mendalam karena bantuan yang diharapkan tidak pernah sampai. Direktur LSM Health for Gaza, Khaled al-Najjar, mengatakan banyak rumah sakit kini kehabisan stok obat penting dan alat kesehatan dasar.
Insiden ini kembali membuka luka lama atas tragedi serupa tahun 2010, ketika kapal Mavi Marmara diserang dan menewaskan 10 aktivis asal Turki. Masyarakat internasional pun kini menuntut agar blokade terhadap Gaza segera dicabut dan akses kemanusiaan dibuka sepenuhnya. Di tengah tekanan global tersebut, para aktivis flotilla menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan aksi politik, melainkan panggilan moral untuk kemanusiaan.
