wikiberita.net Dunia politik Indonesia tengah ramai membahas wacana penggunaan kewenangan Presiden dalam memberikan abolisi, rehabilitasi, maupun amnesti terhadap sejumlah tokoh yang terseret persoalan hukum. Diskursus ini memancing berbagai pandangan dari pihak pengamat hukum hingga politisi yang pernah berada dalam lingkaran penegak hukum. Salah satunya berasal dari mantan juru bicara KPK sekaligus mantan anggota DPR, Johan Budi.
Dalam sebuah diskusi publik bertema dinamika politik menjelang tahun politik mendatang, Johan Budi merespons isu pemberian abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan rehabilitasi untuk mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi. Ia menyatakan mendukung penuh langkah tersebut karena dinilainya sesuai dengan prinsip keadilan publik.
Namun, di sisi lain, Johan Budi tegas menolak wacana amnesti politik untuk Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Menurutnya, amnesti tidak boleh digunakan sebagai alat konsolidasi politik, apalagi jika mengabaikan keadilan hukum.
Berbeda Sikap untuk Tiga Kasus
Johan Budi menguraikan perbedaan mendasar antara tiga upaya penyelesaian hukum tersebut:
- Abolisi untuk Tom Lembong
- Rehabilitasi untuk Ira Puspadewi
- Amnesti untuk Hasto Kristiyanto
Ia melihat bahwa dua yang pertama dipertimbangkan untuk alasan pemulihan keadilan, sementara yang terakhir lebih dikaitkan dengan motif politik.
Menurut Johan, Tom Lembong dan Ira Puspadewi merupakan figur yang kasus hukumnya masih menyisakan banyak pertanyaan di masyarakat. Karena itu, pemberian abolisi dan rehabilitasi bisa menjadi bagian dari pemenuhan rasa keadilan sekaligus meluruskan narasi hukum yang berkembang.
“Kalau yang dua itu saya setuju, karena konsepnya demi keadilan. Keadilan masyarakat itu,” ujarnya dalam diskusi tersebut.
Menolak Amnesti untuk Motif Politik
Berbeda dengan dua kasus sebelumnya, Johan Budi menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kemungkinan amnesti yang akan diberikan kepada Hasto Kristiyanto. Menurutnya, amnesti adalah kewenangan konstitusional Presiden yang harus digunakan secara hati-hati dan obyektif, bukan untuk kepentingan politik tertentu.
Ia menyinggung beberapa kasus amnesti sebelumnya yang dinilai sarat kepentingan rekonsiliasi politik. Johan menekankan bahwa presiden wajib menjunjung tinggi prinsip imparsialitas dalam hukum tanpa memihak kelompok manapun.
“Saya tidak setuju kalau kewenangan konstitusi Presiden dipakai untuk kepentingan politik. Kalau untuk rekonsiliasi politik, saya tidak setuju,” tegasnya.
Bagi Johan, amnesti harus hadir sebagai ruang keadilan sosial, bukan alat untuk meredakan konflik politik elit.
Kewenangan Presiden dan Kontrol Publik
Kewenangan Presiden untuk memberikan abolisi, amnesti, dan rehabilitasi memang diakui dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Namun, dalam praktiknya, keputusan itu tidak boleh dilepaskan dari kontrol publik dan pertimbangan etika. Keputusan harus mempertimbangkan transparansi, hak korban, serta dampaknya terhadap kepercayaan masyarakat kepada hukum.
Johan menilai masyarakat perlu selalu mengawasi setiap kebijakan penguasa agar tidak menjadi alat balas budi atau negosiasi kekuasaan. “Kalau politik bisa banyak hal. Pokoknya kalau amnesti itu saya tidak setuju, tolong dicatat,” pungkasnya.
Konsep Keadilan dan Kepentingan Bangsa
Dalam diskusi lebih lanjut, Johan Budi mengajak masyarakat untuk melihat substansi dari sebuah kebijakan hukum: apakah kebijakan tersebut benar-benar mewakili keadilan bagi rakyat atau justru menghalalkan kepentingan elit.
Ia menegaskan bahwa keadilan harus berdiri di atas kepentingan semua orang. Bila keputusan hukum justru melukai rasa keadilan publik, maka pemerintah harus meninjau ulang langkahnya.
Dalam konteks Tom Lembong dan Ira Puspadewi, Johan melihat ada aspek pemberian keadilan yang bisa dipulihkan. Sedangkan untuk Hasto Kristiyanto, belum ada dasar kuat bagi amnesti sehingga wacana tersebut justru memunculkan kecurigaan politis.
Opini Publik dan Tantangan Politik ke Depan
Polemik pemberian abolisi, rehabilitasi, atau amnesti terhadap tokoh publik menunjukkan kerasnya benturan antara kepentingan politik dan prinsip hukum menjelang tahun-tahun krusial perpolitikan Indonesia. Langkah Presiden akan sangat memengaruhi persepsi masyarakat tentang integritas hukum dan arah pemerintahan.
Harapan publik tentu agar keadilan tidak diperdagangkan. Penggunaan kewenangan konstitusional harus dikembalikan pada tujuan utama: menjaga hak warga negara, memastikan kepastian hukum, dan melindungi stabilitas bangsa.
Johan Budi mengingatkan bahwa Indonesia harus belajar dari banyak pengalaman sebelumnya. Setiap keputusan yang menyangkut hukum publik memiliki konsekuensi jangka panjang, baik terhadap kepercayaan masyarakat maupun kualitas demokrasi.
Kesimpulan
Pernyataan Johan Budi menegaskan perbedaan penting antara tindakan Presiden dalam memberikan abolisi, rehabilitasi, dan amnesti. Ia mendukung langkah yang berlandaskan keadilan publik, namun menolak keras segala tindakan yang dianggap memuluskan agenda politik kelompok tertentu.
Kontroversi ini akan terus menjadi sorotan publik. Pada akhirnya, masyarakat berharap negara hadir sebagai penegak keadilan, bukan pelayan kepentingan politik.
Bangsa ini layak mendapatkan hukum yang bersih dan objektif. Sikap kritis publik menjadi benteng terakhir agar proses hukum tidak dibajak oleh kepentingan kekuasaan.

Cek Juga Artikel Dari Platform liburanyuk.org
