wikiberita.net Konflik internal di lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menarik perhatian publik setelah mencuatnya isu terkait rencana pemakzulan terhadap Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya. Isu ini memicu beragam spekulasi di kalangan warga Nahdliyin, mengingat posisi PBNU sangat strategis dalam kehidupan sosial dan keagamaan di Indonesia.
Dinamika tersebut tidak hanya bergulir di ruang publik, tetapi juga melibatkan sejumlah tokoh penting di dalam struktur PBNU. Dua tokoh muda yang kini berada di jajaran pengurus harian PBNU, yakni Mohamad Syafi’ Alielha atau Savic Ali dan Hasanuddin Ali, menyampaikan pandangannya mengenai kondisi yang tengah berkembang. Mereka berupaya menjelaskan bahwa meski situasi terlihat tegang, PBNU memiliki mekanisme penyelesaian internal yang kuat.
Savic Ali Akui Situasi Mengkhawatirkan, tetapi Minta Warga NU Tetap Tenang
Savic Ali mengakui adanya dinamika yang cukup serius dalam tubuh PBNU. Ia menyebut belum terlihat adanya komunikasi terbuka antara Rais Aam PBNU dan Ketua Umum PBNU, sesuatu yang menurutnya cukup mengkhawatirkan. Ketiadaan komunikasi ini menimbulkan ruang spekulasi yang semakin besar, terutama di era media sosial ketika kabar berkembang tanpa filter yang jelas.
Walau demikian, Savic meminta khalayak untuk tidak bersikap panik. Ia mengingatkan bahwa NU telah melewati banyak ujian jauh lebih berat dalam sejarah panjangnya. Keyakinan bahwa NU “dijogo Gusti Allah” menjadi pesan utama yang ingin ia sampaikan kepada warga NU di seluruh Tanah Air. Menurutnya, NU bukan sekadar organisasi formal yang bergantung pada individu tertentu, melainkan sebuah rumah besar yang fondasinya dibangun oleh para ulama dan jamaah dari berbagai generasi.
Pernyataan ini diharapkan mampu meredakan kecemasan masyarakat yang selama ini mengikuti perkembangan isu pemakzulan tersebut. Savic menjelaskan bahwa dinamika internal adalah hal yang wajar, terutama bagi organisasi besar dengan jaringan luas seperti NU.
Hasanuddin Ali: Perbedaan Pandangan Itu Wajar dalam Organisasi Besar
Selain Savic, Hasanuddin Ali juga memberi penjelasan yang bernada serupa. Menurutnya, perbedaan pandangan di tubuh PBNU tidak perlu dipandang sebagai perpecahan. Dalam organisasi besar dengan banyak kepentingan, sangat wajar muncul gesekan atau ketidakselarasan. Namun, perbedaan itu dapat menjadi ruang dialog yang sehat apabila disikapi dengan dewasa.
Hasanuddin menegaskan bahwa PBNU memiliki aturan main, forum musyawarah, serta struktur organisasi yang didesain untuk menyelesaikan persoalan dengan mekanisme resmi. Tidak perlu ada langkah-langkah yang bersifat emosional atau keputusan yang diambil di luar prosedur organisasi. Ia mengajak warga NU untuk mempercayai mekanisme tersebut.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak langsung mempercayai informasi yang beredar di media sosial. Banyak kabar yang tidak jelas sumbernya justru memperkeruh suasana. Oleh karena itu, warga NU diminta untuk lebih berhati-hati serta mengedepankan tabayyun dalam merespons situasi.
Konflik Elite Tidak Boleh Mengganggu Kesolidan Warga NU
Dinamika internal PBNU yang melibatkan tokoh-tokoh elite tidak boleh sampai membuat struktur di bawah kehilangan fokus. NU memiliki jutaan pengikut yang tersebar di Indonesia dan terus menjalankan kerja-kerja keagamaan, sosial, dan pendidikan. Karena itu, perbedaan yang terjadi di level pusat tidak boleh menghambat tugas besar organisasi dalam mengabdi kepada masyarakat.
Savic Ali mengingatkan bahwa akar kekuatan NU justru berada pada jamaah dan pesantren, bukan hanya pada struktur elite. Selama warga NU tetap bersatu, organisasi ini akan terus berdiri kuat. Ia menegaskan kembali bahwa NU dilahirkan dengan niat menjaga tradisi keislaman yang moderat, oleh karena itu segala dinamika harus diarahkan untuk memperkuat nilai-nilai tersebut, bukan untuk memperuncing perpecahan.
Ajakan untuk Menjaga Kondusivitas dan Mengedepankan Musyawarah
Savic dan Hasanuddin sama-sama menegaskan bahwa penyelesaian persoalan harus tetap berpegang pada prinsip musyawarah. PBNU memiliki forum resmi, mulai dari rapat harian hingga musyawarah nasional, yang dapat digunakan untuk menyelesaikan ketidaksepahaman. Langkah-langkah ini lebih bijak dibandingkan membiarkan isu berkembang liar melalui opini publik.
Warga NU juga diminta untuk menjaga kondusivitas di lingkungan masing-masing. Ketika situasi internal PBNU sedang dinamis, menjaga kedamaian sosial menjadi hal yang sangat penting. Hal ini juga berfungsi sebagai bentuk penghormatan kepada para ulama yang selama ini membangun NU sebagai organisasi yang memprioritaskan ketenangan dan keteduhan.
NU Tetap Kuat Menghadapi Dinamika
Walau isu pemakzulan Gus Yahya memicu perbincangan luas, pesan utama dari pernyataan Savic Ali adalah bahwa NU tetap dalam kondisi kuat. Konflik elite tidak akan membuat organisasi sebesar NU runtuh. Sejak awal berdiri, NU telah berulang kali menghadapi dinamika internal maupun tekanan eksternal. Namun organisasi ini selalu mampu bangkit dan berjalan lebih matang.
Keyakinan bahwa NU “dijogo Gusti Allah” menjadi pengingat bahwa organisasi ini tidak berdiri di atas ambisi individu, melainkan pada keikhlasan jamaah dan keberkahan perjuangan ulama. Selama prinsip tersebut dipegang teguh, NU diyakini akan terus menjadi penopang Islam moderat di Indonesia.
Kesimpulan
Konflik internal PBNU yang menyeret nama Gus Yahya memang memerlukan perhatian, tetapi bukan sesuatu yang harus ditakuti. Savic Ali, bersama Hasanuddin Ali, memberikan pandangan yang menenangkan bahwa dinamika ini dapat diatasi dengan mekanisme organisasi yang sudah kuat. Warga NU diminta tetap tenang, tidak terpancing isu, dan percaya bahwa NU telah diawasi dan dijaga oleh Allah sejak lama.
Dengan ketenangan, musyawarah, dan komitmen menjaga keutuhan jamaah, NU diyakini mampu melewati segala tantangan, termasuk dinamika elite yang muncul di tingkat pusat.

Cek Juga Artikel Dari Platform pestanada.com
