wikiberita – Gelombang protes warga kembali mengarah ke Gedung DPR. Ribuan massa dari berbagai elemen turun ke jalan, menolak rencana pemberian tunjangan tambahan bagi anggota DPR. Isu ini memanas setelah beredar kabar bahwa nominal tunjangan bisa mencapai puluhan juta rupiah, termasuk fasilitas rumah. Situasi yang awalnya tenang berubah ricuh ketika massa mencoba menerobos pagar kawat berduri di depan kompleks parlemen. Polisi pun menambah barikade dan menutup sebagian akses jalan.
Di tengah eskalasi protes, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad akhirnya memberi penjelasan resmi. Ia menegaskan bahwa wacana tunjangan DPR bukan keputusan sepihak. Menurutnya, ada mekanisme panjang yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga negara. “Perlu diluruskan, belum ada keputusan final. Semua masih dalam tahap pembahasan. Aspirasi masyarakat tentu menjadi pertimbangan kami,” ujar Dasco.
Meski begitu, pernyataan tersebut belum sepenuhnya meredam emosi publik. Bagi banyak orang, isu tunjangan DPR menyentuh sisi keadilan sosial. Ketika harga kebutuhan pokok melambung dan banyak pekerja masih berjuang dengan gaji pas-pasan, kabar bahwa wakil rakyat mendapat fasilitas besar dianggap sebagai tamparan.
Beberapa orator dalam aksi unjuk rasa menyuarakan kekecewaan secara lantang. “Wakil rakyat seharusnya hidup sederhana, bukan meminta tambahan kenyamanan. Rakyat sedang susah, jangan tambah beban negara,” seru salah satu mahasiswa di atas mobil komando. Sorakan massa pun menggema di sepanjang jalan Gatot Subroto.
Pengamat politik menilai, DPR seharusnya lebih sensitif terhadap persepsi publik. Sekalipun tunjangan itu sah menurut mekanisme anggaran, komunikasi yang lambat dan tidak transparan bisa memicu salah tafsir dan amarah masyarakat. “Publik sekarang lebih kritis. Isu yang menyangkut uang negara tidak bisa dijelaskan belakangan, harus di depan dan terbuka,” kata seorang analis.
Demo yang terjadi di Jakarta hanyalah puncak gunung es. Di sejumlah kota besar seperti Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya, kelompok mahasiswa serta masyarakat sipil juga menggelar aksi serupa. Mereka menuntut agar DPR membatalkan rencana tunjangan dan lebih fokus pada kebijakan yang menyentuh kebutuhan rakyat kecil.
Sementara itu, di media sosial, penolakan mengalir deras. Tagar #TolakTunjanganDPR sempat masuk trending. Warganet membandingkan nilai tunjangan dengan gaji rata-rata buruh yang tidak sampai sepersepuluhnya. Ada pula yang mengunggah meme sindiran tentang gaya hidup mewah politisi.
Dasco sendiri mencoba meredam isu dengan menjanjikan transparansi lebih lanjut. Ia menyebut DPR siap membuka ruang dialog dan mendengarkan masukan publik. “Kami tidak alergi kritik. Justru ini bagian dari demokrasi. Semua kebijakan harus sejalan dengan rasa keadilan masyarakat,” tegasnya.
Meski begitu, sebagian kalangan masih skeptis. Mereka menilai bahwa isu serupa pernah muncul sebelumnya namun hanya berakhir dengan klarifikasi tanpa perubahan signifikan. Oleh karena itu, demonstran berjanji akan terus mengawal hingga ada keputusan jelas.
Kisruh ini menunjukkan betapa rentannya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif. Ketika isu terkait kesejahteraan anggota dewan muncul, reaksi publik biasanya keras karena ada jarak yang dianggap semakin lebar antara rakyat dengan wakilnya. Menurut sejumlah aktivis, momentum ini seharusnya menjadi titik balik bagi DPR untuk membuktikan keberpihakan nyata.
Ke depan, bola panas ada di tangan parlemen. Apakah mereka akan menunda, merevisi, atau tetap melanjutkan rencana tunjangan, semua akan diawasi ketat oleh publik. Satu hal yang jelas, rakyat telah menyampaikan pesan: jangan ada kebijakan yang terkesan hanya menguntungkan elite, sementara mayoritas masyarakat masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar.
Demo ricuh yang terjadi hari ini bukan hanya soal angka tunjangan, melainkan simbol keresahan yang lebih dalam tentang keadilan sosial. Dan di tengah suara rakyat yang lantang, penjelasan Dasco hanyalah awal. Tindakan nyata DPR-lah yang akan menentukan apakah kepercayaan publik bisa kembali dipulihkan.
