Skip to content
WikiBerita
Menu
  • Sample Page
Menu

Susu Kecoa Disebut Superfood, Lebih Baik dari Susu Sapi?

Posted on August 7, 2025August 7, 2025 by admin

wikiberita – Di tengah gempuran tren makanan sehat dan “superfood” dari seluruh dunia, satu nama yang mengejutkan muncul ke permukaan: susu kecoa. Kedengarannya mungkin menjijikkan bagi sebagian orang, tetapi para ilmuwan dan peneliti gizi justru menyebut cairan ini sebagai calon makanan masa depan. Tak tanggung-tanggung, sejumlah klaim menyebutkan bahwa susu kecoa bahkan bisa lebih bergizi dibandingkan susu sapi.

Pernyataan itu tentu menimbulkan rasa penasaran sekaligus keraguan. Bagaimana bisa serangga yang selama ini dianggap hama malah menghasilkan “susu” yang diklaim lebih hebat dari susu sapi? Untuk memahami lebih dalam fenomena ini, mari kita ulas fakta-faktanya dari sisi ilmiah, gizi, dan tentu saja, kemungkinan penerimaan masyarakat.

Apa Itu Susu Kecoa dan Bagaimana Cara Mendapatkannya?

Susu kecoa bukanlah cairan putih seperti susu pada umumnya. Sebutan “susu” di sini merujuk pada cairan protein-kristal yang dihasilkan oleh spesies kecoa bernama Diploptera punctata, satu-satunya kecoa yang diketahui menyusui anaknya melalui bentuk cairan dari tubuh induknya. Cairan ini tidak diperah seperti susu sapi, melainkan diekstrak dari dalam tubuh serangga melalui proses laboratorium.

Cairan kristal ini mengandung asam amino esensial, protein, lipid, dan gula yang sangat padat nutrisi. Para ilmuwan yang menelitinya menemukan bahwa kandungan energi dalam satu tetes susu kecoa bisa mencapai tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan susu sapi.

Namun, jangan membayangkan akan ada peternakan kecoa seperti peternakan sapi. Hingga saat ini, produksi susu kecoa masih sangat terbatas dan dilakukan melalui teknik bioengineering atau ekstraksi di laboratorium karena prosesnya rumit dan hasilnya sangat sedikit.

Kandungan Gizi dan Manfaatnya Menurut Ilmu Pengetahuan

Penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari Institute for Stem Cell Biology and Regenerative Medicine di India menunjukkan bahwa susu kecoa kaya akan protein berkualitas tinggi yang dilepas secara perlahan ke dalam sistem tubuh. Ini membuatnya sangat efisien untuk memberikan energi dalam jangka waktu panjang.

Selain protein, susu kecoa juga mengandung asam lemak omega, karbohidrat kompleks, dan berbagai mikronutrien yang dibutuhkan tubuh. Bahkan, beberapa peneliti menyebutnya sebagai “complete food” yaitu makanan yang dapat berdiri sendiri sebagai sumber gizi seimbang.

Tidak hanya itu, struktur kristal proteinnya memungkinkan pelepasan energi secara bertahap, yang bisa menjadi keunggulan bagi atlet, penderita malnutrisi, atau orang dengan kebutuhan energi tinggi. Ini menjadi alasan mengapa susu kecoa disebut-sebut sebagai superfood masa depan.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa klaim ini masih dalam tahap awal penelitian. Efek jangka panjang, keamanan konsumsi dalam jumlah besar, dan kemungkinan efek samping masih perlu diteliti lebih dalam sebelum dapat dipasarkan secara luas.

Lebih Baik dari Susu Sapi? Masih Perlu Banyak Pembuktian

Meskipun kandungan nutrisinya sangat menjanjikan, pernyataan bahwa susu kecoa “lebih baik dari susu sapi” sebaiknya tidak diambil secara mentah-mentah. Susu sapi telah dikonsumsi dan diteliti selama berabad-abad, dan menjadi sumber utama kalsium, protein, dan vitamin D bagi manusia.

Susu kecoa mungkin unggul dalam kepadatan nutrisi per tetes, tetapi jumlahnya sangat kecil, proses produksinya rumit, dan belum tentu cocok untuk semua orang terutama mereka yang memiliki alergi terhadap serangga atau protein tertentu.

Selain itu, susu sapi memiliki kelebihan dalam hal ketersediaan, efisiensi produksi, dan tingkat penerimaan masyarakat. Belum lagi, industri susu global telah mengembangkan banyak turunan produk seperti yogurt, keju, dan susu fermentasi yang memiliki manfaat tersendiri.

Jadi, sementara susu kecoa berpotensi sebagai makanan tambahan bergizi tinggi di masa depan, menyebutnya lebih baik dari susu sapi masih terlalu dini apalagi jika dilihat dari skala produksi dan penerimaan konsumen.

Tantangan Penerimaan di Masyarakat

Tantangan terbesar susu kecoa mungkin bukan pada nutrisinya, tetapi pada faktor psikologis dan budaya. Banyak orang langsung merasa jijik atau menolak begitu mendengar bahwa ada produk dari kecoa yang akan dikonsumsi. Bahkan dalam budaya yang terbuka terhadap makanan ekstrem pun, konsumsi serangga masih menimbulkan resistensi.

Isu ini mengingatkan pada tantangan awal konsumsi serangga sebagai sumber protein alternatif. Meski kini mulai diterima di beberapa negara, seperti Thailand dan Meksiko, di banyak negara lain, makan serangga masih dianggap tabu atau menjijikkan.

Agar bisa diterima secara luas, komunikasi dan edukasi tentang manfaat serta keamanan susu kecoa harus dilakukan dengan hati-hati dan transparan. Packaging, branding, dan penyampaian informasi akan sangat mempengaruhi keputusan konsumen.

Dalam dunia nutrisi, persepsi seringkali menjadi penghalang utama. Namun sejarah menunjukkan bahwa makanan yang dulunya dianggap aneh seperti sushi, yoghurt, bahkan kopi kini menjadi makanan sehari-hari. Jadi, tidak menutup kemungkinan susu kecoa bisa mengikuti jejak yang sama.

Masa Depan Superfood dan Inovasi Nutrisi

Terlepas dari kontroversinya, susu kecoa membuka pintu pada diskusi yang lebih besar: masa depan pangan manusia. Dengan populasi dunia yang terus bertambah dan krisis iklim yang membayangi, kita akan membutuhkan sumber gizi alternatif yang berkelanjutan dan efisien.

Susu kecoa menjadi simbol dari pencarian inovatif terhadap solusi pangan masa depan. Di samping itu, penelitian ini mendorong kita untuk lebih terbuka terhadap eksplorasi baru, termasuk serangga dan mikroorganisme sebagai bagian dari sumber pangan yang selama ini terabaikan.

Bukan tak mungkin, di masa depan kita akan melihat makanan yang kini terdengar asing justru menjadi penyelamat di tengah krisis pangan. Seperti halnya kendaraan listrik di dunia bengkelpintar yang dulunya diragukan, kini malah menjadi tren mobilitas global makanan seperti susu kecoa mungkin suatu hari nanti akan dianggap biasa.

Namun, tantangan utamanya tetap pada pengembangan teknologi produksi, pengujian keamanan konsumsi jangka panjang, serta kesiapan sistem regulasi di berbagai negara. Termasuk Indonesia, yang mungkin suatu hari nanti akan menjadi bagian dari pasar produk nutrisi baru ini

Recent Posts

  • BI Luncurkan Payment ID, Uji Coba Pada 17 Agustus 2025
  • Layanan Publik Digital Wajib Berfokus pada Masyarakat
  • Polda Papua Apresiasi Warga, PSU Berjalan Aman Damai
  • Api Lahap Gudang Es Krim, Asap Tebal Selimuti Lhokseumawe
  • Kejagung Sita Mobil Mewah & Uang Miliaran Kasus Riza Chalid

PARTNER

benjanews dtomarmaris pooluniversity beritabandar arrivanoiguru liburanyuk bengkelpintar rumahjurnal podiumnews quotesbook globenews24 dailyinfo thepsychologysage musicpromote jelajahhijau carimobilindonesia

©2025 WikiBerita | Design: Newspaperly WordPress Theme